Ide berbisnis bisa datang berloncatan dari mana saja. Termasuk dari rasa prihatin. Inilah yang dialami Sukmawati Suryaman saat memulai bisnis membikin pakaian muslim untuk boneka.
Suatu hari, Sukma, panggilan karib Sukmawati, bertandang ke rumah salah seorang saudara. Pandangannya langsung tertuju pada sang keponakan yang tengah bermain boneka Barbie berpakaian serbaminim.
Perempuan asal Jakarta yang menutup rapat badannya dengan pakaian muslim ini tergerak untuk menyediakan boneka dengan pakaian tertutup. “Apalagi, saya tahu persis di pasaran ketika itu tak ada boneka seperti itu,” ujar Sukma yang membuka usaha di tahun 2006.
Bergegas, dia menyiapkan modal segede Rp 5 juta untuk membeli selusin boneka, mesin jahit, dan bahan-bahan untuk membuat baju boneka. Cuma, langkah Sukma terkendala lantaran tak bisa menjahit. Tak kurang akal, Sukma pun menyewa seorang penjahit profesional untuk membuatkan pola dasar baju boneka.
Untuk urusan desain baju, Sukmawati sendiri yang menggarapnya. “Saya memberi nama boneka ini Salma,” ujar lulusan S2 Teknik Elektro UGM yang pernah mengajar di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, itu mengenang.
Sukma mengaku mencomot nama Salma lantaran teringat pada usaha roti Salim yang pernah digelutinya di Yogyakarta pada 2003. Usaha itu tutup lantaran Sukma harus ikut sang suami pindah ke Jakarta.
Awalnya, Sukma menjajakan boneka berpakaian muslimah ke sanak saudara serta para tetangganya. Baru pada Juni 2006 Salma mulai dijual lewat internet. “Launching awal hanya 10 model baju busana muslim untuk boneka,” ujar Sukma.
Pilihan berjualan lewat dunia maya tak lepas dari peran suaminya. Selain tak membutuhkan modal besar seperti membuka gerai, internet juga tanpa batas dalam memasarkan produknya. Tak hanya di pelosok dalam negeri, tapi juga sampai luar negeri. “Sudah begitu biayanya murah. Hanya Rp 300.000 per bulan,” ujar Sukma. Untuk urusan desain webstores, Suk-ma menyerahkan kepada suami yang lulusan Ilmu Komputer UGM.
Tak hanya menjual boneka berbalut baju muslim, webstore Sukma juga menyediakan baju ganti yang dijual terpisah, pin, hingga tas boneka.
Sukma bilang, untuk membuat baju muslim maupun pernak-pernik boneka tak membutuhkan biaya yang mahal. Bahan-bahannya pun dengan mudah bisa dicari di pasar. Kain katun, batik, songket, satin, dan tile adalah bahan yang kerap dia gunakan mendandani Salma.
Sejak berjualan perdana di internet, peminatnya terus bertambah. Pernah, saking membeludaknya, Sukma harus menyediakan 1.000 boneka berpakaian muslim dalam sebulan. Kini, order atau pesanan terus mengalir rutin. “Mendekati bulan Ramadhan, pesanan biasanya naik lumayan tinggi,” ujar Sukma. Setelah masa itu lewat, tak banyak pesanan datang.
Itu sebabnya, omzet Sukma juga masih naik turun, yakni minimal Rp 5 juta dan maksimal Rp 20 juta per bulan. Dari omzet itu, Sukmawati mengaku memperoleh keuntungan bersih sebesar kurang lebih 20 persen.
Jika ingin ikut menggeluti bisnis ini, Sukma tak pelit berbagi ilmu. Biaya untuk berbisnis ini yakni membeli boneka telanjang yang harganya Rp 10.000 per biji. Adapun ongkos produksi sekitar Rp 30.000 sampai Rp 40.000 tergantung bahan. Ongkos sebesar itu untuk membeli bahan atau kain, pernak-pernik, kemasan berupa kotak karton persegi panjang, ongkos menjahit, serta ongkos kirim.
Pendek kata, satu boneka membutuhkan biaya Rp 40.000. Dengan harga jual Rp 55.000 sampai Rp 65.000, keuntungan yang bisa diperoleh antara ?Rp 15.000 - Rp 25.000. Dalam hitungan Sukma, modal usaha akan kembali setengah tahun. “Paling tidak itu yang sudah saya alami,” ujar dia.
Agar konsumen tak bosan, Sukma memang harus rajin menggali inspirasi model-model baru busana bonekanya yang sering dijuluki The Moslem Barbie Doll oleh orang-orang bule pelanggannya. Pelanggan nya datang dari Jerman, Bang-ladesh, Malaysia, Inggris, dan Amerika.
Berjualan lewat internet tak cukup bagi Sukma. Makanya, Sukma mengaku rajin ikut pameran. Adalah PT Pertamina yang mengajaknya ikut dalam berbagai pameran kerajinan. Maklum, sejak lima bulan lalu, Sukma menjadi mitra BUMN itu setelah mendapatkan modal sebesar Rp 25 juta dengan bunga superringan, yakni sebesar 3 persen per tahun.
Dana itu dia pakai mengembangkan usaha dengan menambah karyawan dan menambah aset usaha. Lewat Pertamina juga Sukma berharap mendapat pasar baru untuk Salma.
Sukma juga berharap, usaha keras membuat boneka Salma yang santun bisa menandingi kepopuleran boneka Barbie, di mata anak-anak pecinta boneka
Dari Usaha Kreatif di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa jika kita jeli melihat peluang usaha yang ada pada saat sekarang ini, maka dengan sedikit modal dan keterampilan yang dimiliki, kita bisa membuat usaha yang maju dan sukses tanpa adanya ketergantungan terhadap orang lain sehingga kita bisa mandiri menggeluti usaha tersebut,
Kamis, 13 Oktober 2011
Minggu, 09 Oktober 2011
Ikan Bakar Babe H. Lili, Satpam bermodal Rp. 38 ribu
Mantapnya ikan bakar Babe H. Lili tak bisa dibantah lagi. Tak aneh, jika nama Babe Lili melejit hingga mengundang para pejabat, artis dan masyarakat luas singgah di restonya, di jalan Wahid Hasyim.
Padahal, restonya itu dibuka dengan modal 38.000 rupiah di tahun 1996. Berkat kegigihannya, warung kecil di pinggir jalan itu bermetamorfosis menjadi restauran besar…
Serabutan, begitulah pekerjaan pria bernama lengkap Asli Mardji, sebelum akhirnya memilih berdagang. Sejak usia 11 tahun, ia sudah hengkang dari keluarganya, berkelana mencari rupiah.
Hidupnya pun berantakan, bahkan sempat dianggap sudah ‘tiada’ oleh keluarganya. “Pekerjaan apapun saya jalani, dari satpam dan supir bajaj, semua pernah saya lakukan, hingga terjebak di dunia hitam, mengkonsumsi obat-obatan,” ucap bapak berusia 74 tahun ini, kalem. “Pokoknya haram jadah!”
Tahun 2006 boleh dikatakan sebagai masa renaisanse bagi dirinya. Sebabnya, ia merasa sakit hati yang bukan kepalang. “Saya sakit hati melihat orang bule bisa berbisnis makanan mereka di Indonesia.
Anehnya, orang kita malah menyukai makanan mereka. Saya berpikir untuk menciptakan makanan khas laut di tengah kota. Ikan bakar laut pilihan saya,” kisahnya bersemangat.
Babe Lili tak cuma berniat, tapi nekat memulai usahanya. “Ya, 38.000 modal awalnya. Dulu, saya sering menjajakannya dari rumah ke rumah. Saya keliling ke tiap perumahan untuk menawarkan ikan bakar buatan saya.
Harganya pun masih murah, 2.000 rupiah perekor. Nah, dari sanalah ikan bakar saya mulai digandrungi orang. Bukan hanya dari kalangan bawah, artis dan pejabat pun banyak tertarik,” imbuh bapak yang memiliki 20-an karyawan ini bangga. Tak aneh jika dalam sehari, ia bisa menghabiskan 60-70 kilogram ikan laut.
Dikatakan Babe Lili, ikan racikannya itu baru dibumbui setelah dibakar setengah matang. Hal ini bertujuan agar bumbunya meresap ke dalam ikan.
Di restonya, 8 jenis ikan laut bisa dinikmati yang bisa dipadu dengan sambal dan lalapan yang disediakan.
“Ya, ada sekitar 8 jenis ikan laut yang dijual disini. Sebutlah, ikan kambing-kambing, baronang, kerapu, kakap, kue, bawal, hiu dan ayam-ayam. Selain itu, saya pun menyediakan berbagai olahan udang dan cumi,” ucapnya.
Harganya pun masih terbilang cukup terjangkau, dari 35 ribu – 45 ribu rupiah.
Kini bisnisnya itu telah bercabang 2 lokasi di Jakarta. Hasilnya, ia pun bisa naik haji dan keliling Eropa bersama istri dan anak tercinta.
“Sebelumnya, saya tak pernah berpikir bisa naik haji dan keliling Eropa. Alhamdulillah, ini berkah,” ucap ayah 3 anak ini penuh syukur.
Setelah hampir 14 tahun berlalu, Babe Lili pun memilih untuk istirahat dari bisnisnya.
Hidupnya kini tak jauh dari sajadah. Ia hanya sekali-kali terlihat di restoran induk, di jalan Wahid Hasyim, karena lokasinya yang berdekatan dengan rumahnya. Sementara, cabang-cabang restorannya di Dharmawangsa dan Bintaro dikelola oleh anak-anaknya.
Dari kisah itu kita bisa menangkap sedikit kesimpulan bahwa pekerjaan apapun, asalkan kita ada niat dan usaha kerja keras untuk mencoba usaha yang baru kita mulai, maka kesuksesan akan menghampiri kita.
Padahal, restonya itu dibuka dengan modal 38.000 rupiah di tahun 1996. Berkat kegigihannya, warung kecil di pinggir jalan itu bermetamorfosis menjadi restauran besar…
Serabutan, begitulah pekerjaan pria bernama lengkap Asli Mardji, sebelum akhirnya memilih berdagang. Sejak usia 11 tahun, ia sudah hengkang dari keluarganya, berkelana mencari rupiah.
Hidupnya pun berantakan, bahkan sempat dianggap sudah ‘tiada’ oleh keluarganya. “Pekerjaan apapun saya jalani, dari satpam dan supir bajaj, semua pernah saya lakukan, hingga terjebak di dunia hitam, mengkonsumsi obat-obatan,” ucap bapak berusia 74 tahun ini, kalem. “Pokoknya haram jadah!”
Tahun 2006 boleh dikatakan sebagai masa renaisanse bagi dirinya. Sebabnya, ia merasa sakit hati yang bukan kepalang. “Saya sakit hati melihat orang bule bisa berbisnis makanan mereka di Indonesia.
Anehnya, orang kita malah menyukai makanan mereka. Saya berpikir untuk menciptakan makanan khas laut di tengah kota. Ikan bakar laut pilihan saya,” kisahnya bersemangat.
Babe Lili tak cuma berniat, tapi nekat memulai usahanya. “Ya, 38.000 modal awalnya. Dulu, saya sering menjajakannya dari rumah ke rumah. Saya keliling ke tiap perumahan untuk menawarkan ikan bakar buatan saya.
Harganya pun masih murah, 2.000 rupiah perekor. Nah, dari sanalah ikan bakar saya mulai digandrungi orang. Bukan hanya dari kalangan bawah, artis dan pejabat pun banyak tertarik,” imbuh bapak yang memiliki 20-an karyawan ini bangga. Tak aneh jika dalam sehari, ia bisa menghabiskan 60-70 kilogram ikan laut.
Dikatakan Babe Lili, ikan racikannya itu baru dibumbui setelah dibakar setengah matang. Hal ini bertujuan agar bumbunya meresap ke dalam ikan.
Di restonya, 8 jenis ikan laut bisa dinikmati yang bisa dipadu dengan sambal dan lalapan yang disediakan.
“Ya, ada sekitar 8 jenis ikan laut yang dijual disini. Sebutlah, ikan kambing-kambing, baronang, kerapu, kakap, kue, bawal, hiu dan ayam-ayam. Selain itu, saya pun menyediakan berbagai olahan udang dan cumi,” ucapnya.
Harganya pun masih terbilang cukup terjangkau, dari 35 ribu – 45 ribu rupiah.
Kini bisnisnya itu telah bercabang 2 lokasi di Jakarta. Hasilnya, ia pun bisa naik haji dan keliling Eropa bersama istri dan anak tercinta.
“Sebelumnya, saya tak pernah berpikir bisa naik haji dan keliling Eropa. Alhamdulillah, ini berkah,” ucap ayah 3 anak ini penuh syukur.
Setelah hampir 14 tahun berlalu, Babe Lili pun memilih untuk istirahat dari bisnisnya.
Hidupnya kini tak jauh dari sajadah. Ia hanya sekali-kali terlihat di restoran induk, di jalan Wahid Hasyim, karena lokasinya yang berdekatan dengan rumahnya. Sementara, cabang-cabang restorannya di Dharmawangsa dan Bintaro dikelola oleh anak-anaknya.
Dari kisah itu kita bisa menangkap sedikit kesimpulan bahwa pekerjaan apapun, asalkan kita ada niat dan usaha kerja keras untuk mencoba usaha yang baru kita mulai, maka kesuksesan akan menghampiri kita.
Dari Pedagang Asongan Jadi Pengusaha Sukses
Menjadi orang sukses adalah pilihan hidup setiap orang yang mau berusaha. Pemikiran itu yang membawa Wildan, pria berumur 38 tahun, sukses menjalankan beberapa bisnis sekaligus. la membuka bengkel jok mobil Mr. Seat, bengkel knalpot, menjual pisang goreng pasir Pisangku, dan menciptakan kompor hemat bahan bakar.
Kerja keras dan terus menciptakan inovasi dalam berbisnis membuat seorang anak daerah dari Lampung bernama Wildan sukses menaklukkan ibukota. Saat ini, ia telah memiliki bengkel jok mobil yang sudah dikenal luas kualitas dan inovasinya. Namanya Mr. Seat di daerah Jl. Pangeran Antasari, Cipete, Jakarta Selatan.
Dalam sebulan, Wildan mengaku bisa mengantongi omzet dari pesanan jok mobil antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Ia sering mengikuti pameran-pameran mobil dengan memamerkan kreasi jok mobil nyeleneh. "Saya pernah membungkus satu badan luar mobil Avanza baru dengan jok kulit buatan sendiri," kenangnya.
Di samping itu, Wildan memiliki bengkel knalpot dan AC yang bersebelahan dengan lokasi bengkel Mr. Seat. Tidak hanya itu, sejak dua tahun silam, ia menjajal peruntungan dengan menjual pisang goreng pasir yang kala itu menjadi tren. Ia menamakan pisang pasirnya dengan merek Pisangku. Dari enam gerai miliknya, Wildan mengaku bisa menjual hingga 4.000 potong pisang goreng per gerai setiap akhir pekan. Pada hari biasa, rata-rata penjualannya 2.000 pisang.
Untuk bisa menghemat ongkos produksi pisang pasirnya, Wildan mencoba menciptakan kompor hemat bahan bakar yang membuat proses penggorengan lebih cepat. Kompor bikinannya ini memiliki banyak semburan mata gas sehingga membuat wajan cepat papas. "Dengan menggunakan kompor ini, kami bisa mengefisiensikan bahan bakar dan menambah kapasitas penggorengan," ujarnya.
Pencapaiannya itu tidak begitu saja dia dapatkan dalam sekejap mata. Ia bahkan tidak menyangka bisa sesukses sekarang. "Semua ini anugerah dan kehendak Tuhan sehingga saya bisa sesukses seperti saat ini," ujarnya merendah.
Padahal, pada tahun 90-an, Wildan belum menjadi apa-apa. Ia bahkan tidak sempat menyelesaikan kuliahnya lantaran harus segera menghasilkan uang agar bisa melanjutkan hidup secara mandiri. la sempat menjual kartu-kartu ucapan di daerah Blok M sementara belum memiliki pekerjaan tetap. "Saya sering tidur di gudang-gudang daerah Aldiron karena tidak memiliki tempat tinggal tetap," kenangnya.
Kala itu, untuk mencari pekerjaan lebih layak, selain menjadi penjual kartu ucapan, Wildan juga nyambi menjadi tenaga penjual (salesman) alatalat rumah tangga. "Saya menjalani pekerjaan tersebut sebaik-baiknya walaupun sebagai tukang jualan alat rumah tangga dari rumah ke rumah sering mendapat penolakan," kenangnya.
Melakoni profesi sebagai tenaga penjual alias salesman alat-alat rumah tangga, Wildan sempat menjadi supervisor. la mulai menabung hasil jerih payahnya. Malang tak bisa ditolak, perusahaan tempat ia bekerja bangkrut. Wildan harus mencari tempat kerja lain agar bisa bertahan hidup.
Tuhan memberi jalan. Dari koneksi sang kakak, Wildan mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan jasa pembebasan tanah. "Saya waktu itu sempat membebaskan tanah di Bali dan Lombok," ujarnya.
Perlahan tapi pasti, tabungan Wildan mulai terkumpul. Tabungan ini kemudian ia jadikan modal membuka bengkel knalpot dan mesin penyejuk udara alias air conditioner (AC). "Waktu itu, abang Saya juga sudah lebih dulu membuka bengkel yang sama, tidak jauh dari bengkel saya. Lalu, kami patungan mendirikan bengkel, saya ditugasi untuk mengelolanya," ujar Wildan.
Awalnya bisnis ini tak gampang. Wildan sempat putus asa, sebab ternyata peminat bengkelnya sangat sedikit. Sepi dan terus merugi. Saking frustrasi, sempat terbersit menjual tanah tempat bengkelnya berdiri. Untung langkah ini urung lantaran penawaran harganya sangat rendah. "Mungkin sudah takdir saya tidak boleh menjual bengkel itu," ujar Wildan.
Tawaran lain datang. Tak seberapa lama, ada seseorang yang ingin bekerjasama membuka usaha jok mobil. Wildan diminta menyediakan tempat dan mencari pesanan, sang rekan mengerjakan pesanan jok mobil. Tapi, lagi-lagi, rencana ini tidak berjalan lancar. Sebab, mitranya selalu mangkir dari tenggat penyelesaian pesanan.
Wildan lantas memutuskan kerjasama. Tapi, satu dari tiga pegawainya menyarankan terus menjalankan bisnis jok ini. Awalnya, ia sempat ragu, sebab ia tidak mengerti sama sekali bisnis jok mobil dan otomotif. Untunglah, sang pegawai yang sudah piawai mau membantu. Wildan mencoba menginvestasikan uangnya dengan membeli bahan-bahan jok. la memberi nama usahanya dengan sebutan Mr. Seat pada tahun 2002. Tapi, usahanya tetap saja sepi.
Wildan belum menyerah. la lalu berusaha mengamati dan mempelajari bagaimana menjalankan usaha jok mobil di tempat lain yang lebih ramai peminat. Selain itu, ia rajin mempelajari teknik pemasangan jok dari media massa. Berbekal ilmu yang didapat, Wildan lalu menerapkannya. la memasang strategi lain: beriklan dengan janji kualitas bagus dan harga miring.
Ternyata, dengan memberi diskon dan gebrakan saat membuka bengkel jok, Mr Seat mulai dikenal orang dan lama kelamaan banyak orang yang datang mengganti jok. "Saya sempat banting harga jok mobil sedan menjadi Rp 1 juta. Padahal, di bengkel lain, saat itu harganya Rp 1,6 juta," kenang Wildan.
Tidak hanya itu, Wildan juga membuat terobosan dalam berpromosi, yaitu dengan membungkus body mobil dengan kain jok. Setelah itu, ia menambah bola besar dari kulit jok di badan mobil. Tuiuannya, mencuri perhatian masyarakat terhadap merek Mr. Seat. Hasilnya, masyarakat benarbenar tertarik dan memutuskan mengganti jok di Mr Seat.
Namun, kesuksesan bisnis bengkel jok Mr. Seat tidak lantas membuat Wildan berpuas diri. Pada tahun 2005, bisnis pisang goreng Pontianak tiba-tiba populer di Jakarta. Jiwa bisnis Wildan mendorongnya menjajal peruntungan di bisnis ini juga.
Pada awal 2006, Wildan mulai membuat pisang goreng premium dengan merek PisangKu di Bintaro, Tangerang. Kebetulan, ia pernah berjualan pisang goreng sejenis itu di Lampung, meskipun mandek dan gagal. Nah, agar tidak gagal lagi, sebelum membuat PisangKu, Wildan sempat mengantre membeli Pisang Goreng Pontianak yang sudah lebih dulu populer. "Tapi, saya khawatir usaha ini akan cepat mati. Sebab, mereka sangat terbuka soal resepnya sehingga sangat mudah ditiru orang," ujar Wildan.
Faktanya, banyak sekali pisang pasir goreng sejenis bermunculan. Makanya, Wildan akhirnya membuat resep rahasia dengan pemilihan pisang dari Lampung, bukan dari Pontianak. "Sampai sekarang, karyawan saya tidak pernah tahu resep pembuatan pisang goreng pasir Saya tersebut," kata Wildan.
Wildan mengaku, kegigihannya dalam menjalankan bisnisnya lahir dari perjalanan hidup sejak kecil. Waktu itu, Wildan harus membantu perekonomian keluarga dengan berdagang teh kotak dan tisu dari bus ke bus saat masih bersekolah di Lampung. Bahkan, ia sempat berjualan bakwan dan es. "Dari sana, saya tahu bahwa manusia harus berusaha jika ingin berhasil," ujamya.
Saat ini, Wildan bisa membawahi ratusan pekerja di bengkel maupun gerai PisangKu. Kedepan, ia bercita-cita menciptakan makanan murah meriah tapi memiliki keunikan yang bisa menjadi tren di Jakarta
Dari cerita diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa kerja keras dan pantang menyerah mengantarkan kita kepada kesuksesan, meskipun ditengah jalan kita menghadapi kegagalan janganlah kita berputus asa, bangunlah kembali untuk berjalan bahkan berlari. coba terus usaha yang kita jalani dengan tekun sehingga usaha yang anda jalani bisa sukses.
Kerja keras dan terus menciptakan inovasi dalam berbisnis membuat seorang anak daerah dari Lampung bernama Wildan sukses menaklukkan ibukota. Saat ini, ia telah memiliki bengkel jok mobil yang sudah dikenal luas kualitas dan inovasinya. Namanya Mr. Seat di daerah Jl. Pangeran Antasari, Cipete, Jakarta Selatan.
Dalam sebulan, Wildan mengaku bisa mengantongi omzet dari pesanan jok mobil antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Ia sering mengikuti pameran-pameran mobil dengan memamerkan kreasi jok mobil nyeleneh. "Saya pernah membungkus satu badan luar mobil Avanza baru dengan jok kulit buatan sendiri," kenangnya.
Di samping itu, Wildan memiliki bengkel knalpot dan AC yang bersebelahan dengan lokasi bengkel Mr. Seat. Tidak hanya itu, sejak dua tahun silam, ia menjajal peruntungan dengan menjual pisang goreng pasir yang kala itu menjadi tren. Ia menamakan pisang pasirnya dengan merek Pisangku. Dari enam gerai miliknya, Wildan mengaku bisa menjual hingga 4.000 potong pisang goreng per gerai setiap akhir pekan. Pada hari biasa, rata-rata penjualannya 2.000 pisang.
Untuk bisa menghemat ongkos produksi pisang pasirnya, Wildan mencoba menciptakan kompor hemat bahan bakar yang membuat proses penggorengan lebih cepat. Kompor bikinannya ini memiliki banyak semburan mata gas sehingga membuat wajan cepat papas. "Dengan menggunakan kompor ini, kami bisa mengefisiensikan bahan bakar dan menambah kapasitas penggorengan," ujarnya.
Pencapaiannya itu tidak begitu saja dia dapatkan dalam sekejap mata. Ia bahkan tidak menyangka bisa sesukses sekarang. "Semua ini anugerah dan kehendak Tuhan sehingga saya bisa sesukses seperti saat ini," ujarnya merendah.
Padahal, pada tahun 90-an, Wildan belum menjadi apa-apa. Ia bahkan tidak sempat menyelesaikan kuliahnya lantaran harus segera menghasilkan uang agar bisa melanjutkan hidup secara mandiri. la sempat menjual kartu-kartu ucapan di daerah Blok M sementara belum memiliki pekerjaan tetap. "Saya sering tidur di gudang-gudang daerah Aldiron karena tidak memiliki tempat tinggal tetap," kenangnya.
Kala itu, untuk mencari pekerjaan lebih layak, selain menjadi penjual kartu ucapan, Wildan juga nyambi menjadi tenaga penjual (salesman) alatalat rumah tangga. "Saya menjalani pekerjaan tersebut sebaik-baiknya walaupun sebagai tukang jualan alat rumah tangga dari rumah ke rumah sering mendapat penolakan," kenangnya.
Melakoni profesi sebagai tenaga penjual alias salesman alat-alat rumah tangga, Wildan sempat menjadi supervisor. la mulai menabung hasil jerih payahnya. Malang tak bisa ditolak, perusahaan tempat ia bekerja bangkrut. Wildan harus mencari tempat kerja lain agar bisa bertahan hidup.
Tuhan memberi jalan. Dari koneksi sang kakak, Wildan mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan jasa pembebasan tanah. "Saya waktu itu sempat membebaskan tanah di Bali dan Lombok," ujarnya.
Perlahan tapi pasti, tabungan Wildan mulai terkumpul. Tabungan ini kemudian ia jadikan modal membuka bengkel knalpot dan mesin penyejuk udara alias air conditioner (AC). "Waktu itu, abang Saya juga sudah lebih dulu membuka bengkel yang sama, tidak jauh dari bengkel saya. Lalu, kami patungan mendirikan bengkel, saya ditugasi untuk mengelolanya," ujar Wildan.
Awalnya bisnis ini tak gampang. Wildan sempat putus asa, sebab ternyata peminat bengkelnya sangat sedikit. Sepi dan terus merugi. Saking frustrasi, sempat terbersit menjual tanah tempat bengkelnya berdiri. Untung langkah ini urung lantaran penawaran harganya sangat rendah. "Mungkin sudah takdir saya tidak boleh menjual bengkel itu," ujar Wildan.
Tawaran lain datang. Tak seberapa lama, ada seseorang yang ingin bekerjasama membuka usaha jok mobil. Wildan diminta menyediakan tempat dan mencari pesanan, sang rekan mengerjakan pesanan jok mobil. Tapi, lagi-lagi, rencana ini tidak berjalan lancar. Sebab, mitranya selalu mangkir dari tenggat penyelesaian pesanan.
Wildan lantas memutuskan kerjasama. Tapi, satu dari tiga pegawainya menyarankan terus menjalankan bisnis jok ini. Awalnya, ia sempat ragu, sebab ia tidak mengerti sama sekali bisnis jok mobil dan otomotif. Untunglah, sang pegawai yang sudah piawai mau membantu. Wildan mencoba menginvestasikan uangnya dengan membeli bahan-bahan jok. la memberi nama usahanya dengan sebutan Mr. Seat pada tahun 2002. Tapi, usahanya tetap saja sepi.
Wildan belum menyerah. la lalu berusaha mengamati dan mempelajari bagaimana menjalankan usaha jok mobil di tempat lain yang lebih ramai peminat. Selain itu, ia rajin mempelajari teknik pemasangan jok dari media massa. Berbekal ilmu yang didapat, Wildan lalu menerapkannya. la memasang strategi lain: beriklan dengan janji kualitas bagus dan harga miring.
Ternyata, dengan memberi diskon dan gebrakan saat membuka bengkel jok, Mr Seat mulai dikenal orang dan lama kelamaan banyak orang yang datang mengganti jok. "Saya sempat banting harga jok mobil sedan menjadi Rp 1 juta. Padahal, di bengkel lain, saat itu harganya Rp 1,6 juta," kenang Wildan.
Tidak hanya itu, Wildan juga membuat terobosan dalam berpromosi, yaitu dengan membungkus body mobil dengan kain jok. Setelah itu, ia menambah bola besar dari kulit jok di badan mobil. Tuiuannya, mencuri perhatian masyarakat terhadap merek Mr. Seat. Hasilnya, masyarakat benarbenar tertarik dan memutuskan mengganti jok di Mr Seat.
Namun, kesuksesan bisnis bengkel jok Mr. Seat tidak lantas membuat Wildan berpuas diri. Pada tahun 2005, bisnis pisang goreng Pontianak tiba-tiba populer di Jakarta. Jiwa bisnis Wildan mendorongnya menjajal peruntungan di bisnis ini juga.
Pada awal 2006, Wildan mulai membuat pisang goreng premium dengan merek PisangKu di Bintaro, Tangerang. Kebetulan, ia pernah berjualan pisang goreng sejenis itu di Lampung, meskipun mandek dan gagal. Nah, agar tidak gagal lagi, sebelum membuat PisangKu, Wildan sempat mengantre membeli Pisang Goreng Pontianak yang sudah lebih dulu populer. "Tapi, saya khawatir usaha ini akan cepat mati. Sebab, mereka sangat terbuka soal resepnya sehingga sangat mudah ditiru orang," ujar Wildan.
Faktanya, banyak sekali pisang pasir goreng sejenis bermunculan. Makanya, Wildan akhirnya membuat resep rahasia dengan pemilihan pisang dari Lampung, bukan dari Pontianak. "Sampai sekarang, karyawan saya tidak pernah tahu resep pembuatan pisang goreng pasir Saya tersebut," kata Wildan.
Wildan mengaku, kegigihannya dalam menjalankan bisnisnya lahir dari perjalanan hidup sejak kecil. Waktu itu, Wildan harus membantu perekonomian keluarga dengan berdagang teh kotak dan tisu dari bus ke bus saat masih bersekolah di Lampung. Bahkan, ia sempat berjualan bakwan dan es. "Dari sana, saya tahu bahwa manusia harus berusaha jika ingin berhasil," ujamya.
Saat ini, Wildan bisa membawahi ratusan pekerja di bengkel maupun gerai PisangKu. Kedepan, ia bercita-cita menciptakan makanan murah meriah tapi memiliki keunikan yang bisa menjadi tren di Jakarta
Dari cerita diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa kerja keras dan pantang menyerah mengantarkan kita kepada kesuksesan, meskipun ditengah jalan kita menghadapi kegagalan janganlah kita berputus asa, bangunlah kembali untuk berjalan bahkan berlari. coba terus usaha yang kita jalani dengan tekun sehingga usaha yang anda jalani bisa sukses.
Langganan:
Postingan (Atom)